Berlainan dengan pengetahuan, pengetahuan adalah pengetahuan khusus mengenai apa pemicu suatu hal dan kenapa. Ada syarat ilmiah suatu hal bisa dikatakan sebagai pengetahuan.[6] Karakter ilmiah sebagai syarat pengetahuan banyak dipengaruhi pola beberapa ilmu alam yang sudah ada terlebih dulu.
Obyektif. Pengetahuan harus mempunyai object pengkajian yang terbagi dalam satu kelompok permasalahan yang masih sama karakter hakekatnya, terlihat di luar atau memiliki bentuk dari dalam. Objectnya bisa memiliki sifat ada, atau ada karena harus dites kehadirannya. Dalam membahas object, yang dicari ialah kebenaran, yaitu persesuaian di antara tahu dengan object, hingga disebutkan kebenaran objecttif; bukan subyektif berdasar subyek periset atau subyek pendukung riset.
Metodis ialah beberapa upaya yang sudah dilakukan untuk meminimalisasi terjadinya kemungkinan penyelewengan dalam cari kebenaran. Resikonya, harus ada langkah tertentu untuk jamin kejelasan kebenaran. Metodis asal dari bahasa Yunani “Metodos” yang bermakna: langkah, jalan. Pada umumnya metodis bermakna metode tertentu yang dipakai dan biasanya mengarah pada metode ilmiah.
Struktural. Dalam perjalanannya coba ketahui dan menerangkan sesuatu object, pengetahuan harus tergerai dan terumuskan dalam jalinan yang teratur dan rasional hingga membuat sesuatu mekanisme yang bermakna dengan utuh, lengkap, terintegrasi, dan sanggup menerangkan serangkaian karena karena tersangkut objectnya. Pengetahuan yang tersusun secara struktural dalam serangkaian karena karena adalah persyaratan pengetahuan yang ke-3 .
Universal. Kebenaran yang akan diraih ialah kebenaran universal yang memiliki sifat umum (tidak memiliki sifat tertentu). Contoh: semua segitiga bersudut 180ยบ. Karena itu universal adalah persyaratan pengetahuan yang ke-4. Terakhir beberapa ilmu sosial mengetahui kandungan ke-umum-an (universal) yang dikandungnya berlainan dengan beberapa ilmu alam ingat objectnya ialah perlakuan manusia. Karena itu untuk capai tingkat universalitas dalam beberapa ilmu sosial, harus ada kerangka dan tertentu juga.
Pemodelan, teori, dan hukum
Artikel khusus: Metode ilmiah
Istilah “mode”, “tesis”, “teori”, dan “hukum” memiliki kandungan makna yang berlainan dalam keilmuan dari pengetahuan umum. Beberapa periset memakai istilah mode untuk menerangkan suatu hal, secara eksklusif yang dapat dipakai untuk membikin sangkaan yang bisa dites lakukan eksperimen/uji coba atau penilaian.
Sesuatu tesis ialah sangkaan-dugaan yang belum sempat disokong atau ditunjukkan oleh eksperimen, dan hukum fisika atau hukum alam ialah generalisasi ilmiah berdasar penilaian empiris.
Matematika dan metode ilmiah
Matematika penting untuk keilmuan, khususnya dalam peranan yang dimainkan dalam ekspresikan mode ilmiah. Memperhatikan dan kumpulkan beberapa hasil pengukur, seperti membuat tesis dan sangkaan, tentu memerlukan mode dan eksplorasi matematis. Cabang matematika yang kerap digunakan dalam keilmuan salah satunya kalkulus dan statistika, walaupun sebetulnya semua cabang matematika memiliki aplikasinya, bahkan juga sektor “murni” seperti teori bilangan dan topologi.
Sebagian orang pemikir melihat matematikawan sebagai periset, dengan asumsi jika pembuktian-pembuktian matematis sama dengan eksperimen. Beberapa yang lain tidak memandang matematika sebagai pengetahuan, karena tidak membutuhkan uji-uji uji cobatal pada teori dan hipotesisnya. Tetapi, dibalik ke-2 asumsi itu, realita keutamaan matematika sebagai alat yang bermanfaat untuk memvisualisasikan/menerangkan semesta alam sudah menjadi rumor khusus untuk filsafat matematika.
Saksikan Eugene Wigner, The Unreasonable Efekiveness of Mathematics.
Richard Feynman berbicara, “Matematika itu tidak riil, tetapi berasa riil. Di mana tempatnya ada?”, dan Bertrand Russell benar-benar suka mendeskripsikan matematika sebagai “subyek yang kita sebelumnya tidak pernah tahu apakah yang sedang kita bahas, dan kita tidak paham juga kebenarannya”.
Pemikiran filsafat
Dalam filsafat, pengetahuan termasuk tipe aksiden dalam kelompok rekanan.
Dalam pengetahuan, ada subyek yang ketahui dan object yang diketahui. Rekanan di antara ke-2 hal itu dikatakan sebagai pengetahuan. Pandangan ini disokong oleh Fakhruddin Ar-Razi.[7] Opini yang berlainan diberi oleh beberapa filsuf peripatetik. Mereka yakini jika pengetahuan bukan sebuah rekanan.
Opini mereka berkenaan pengetahuan ialah sebuah deskripsi yang diketahui lewat penalaran.[8]
Pemikiran mazhab
Mazhab Asy’ariyah
Mazhab Asy’ariyah mendefinisikan pengetahuan sebagai sebuah karakter yang terdapat dalam zat yang terkait dengan suatu hal yang diketahui. Pengertian yang sebagai wakil mazhab ini diberi oleh Ali bin Abdul Aziz Al-Qadhi Al-Jurjani. Dia mendefinisikan pengetahuan sebagai karakter yang menegaskan suatu hal yang diketahui untuk figur yang mempunyai karakter itu. [8] Abu al-Hasan al-Asy’ari yang disebut figur khusus dalam mazhab Asy’ariyah mendefinisikan pengetahuan sebagai suatu hal yang membuat figur yang ketahui bisa ketahui apa yang dia kenali.[9]